Jurnal Newssite —
Cianjur — Proyek panas bumi (geothermal) di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) memicu polemik berkepanjangan di tengah masyarakat. Meski digadang sebagai sumber energi bersih masa depan, kehadirannya justru memunculkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan, hilangnya mata pencaharian, serta minimnya partisipasi publik dalam proses perencanaan.Rabu 10 Desember 2025
Gunung Gede Pangrango merupakan cagar biosfer dunia yang memiliki potensi panas bumi melimpah. Namun, eksploitasi sumber tersebut dinilai tidak memberikan keadilan bagi masyarakat sekitar, khususnya warga Desa Gunung Putri yang terdampak langsung pembangunan proyek.
Warga dan aktivis lingkungan menegaskan bahwa proyek tersebut berpotensi merusak ekosistem taman nasional yang selama ini menjadi penyangga lingkungan di wilayah Cianjur dan Sukabumi. Selain itu, kawasan tersebut juga merupakan pusat ekonomi warga melalui sektor pertanian, wisata alam, dan usaha mikro masyarakat.
“Jika proyek geothermal tetap dilanjutkan, kami khawatir sumber mata pencaharian warga akan hilang. Belum lagi potensi kerusakan hutan lindung dan hilangnya habitat satwa,” ujar salah satu aktivis lingkungan dalam aksi penolakan yang digelar belum lama ini.
Koalisi aktivis dari sejumlah LSM menyoroti minimnya transparansi pemerintah dan pihak pengembang dalam sosialisasi serta pelibatan warga terdampak. Mereka menilai proyek ini hanya menonjolkan janji energi terbarukan tanpa mempertimbangkan realitas dampak sosial-ekologi di lapangan.
Penolakan masyarakat semakin menguat dan menjadi sorotan publik, terutama menyangkut komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan kelestarian lingkungan. Perdebatan terus berlanjut, dan warga masih menunggu kepastian langkah pemerintah terkait kelangsungan proyek geothermal di sekitar kawasan TNGP.







