Oleh : Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn.
Jakarta,-Jurnal News Site
Cerita tentang Malin Kundang, tentu tidak asing di telinga kita. Cerita rakyat Provinsi Sumatera Barat yang telah melegenda tersebut, menorehkan pesan bagi kehidupan, agar kita lebih hati-hati, tidak durhaka kepada orang tua terutama ibu yang telah melahirkan kita.
Dikisahkan, seorang ibu yang teramat murka ketika anak yang diasuhnya durhaka. Ketika ibunya mengucapkan kutukan, Malin Kundang meloncat ke laut. Ia tiba-tiba melihat kelebat firasat buruk tentang nasib buruk yang menghampirinya.
Nasib yang akan mengabadikannya dalam sebongkah batu di lepas pantai. Malin si anak durhaka, memutuskan untuk habis-habisan melawan takdir. Ia meloncat, lalu berenang tanpa putus ke pantai. Tak ingin jadi anak durhaka pada ibunya.
Sepanjang perjalanan panjang menuju bibir pantai. Ombak penyesalan dan rasa bersalah menghantam kepalanya. Semua budi, kebaikan, peluh kasih bundanya hadir dalam sebuah ironi: tepat ketika ibunya mengucap kutukan. Malin Kundang anak durhaka yang disumpah oleh rintihan tangis pilu seorang ibu yang membesarkanya dengan tulus menyayangi anak kandung nya.
Konon menurut fakta baru malin kundang tersebut benar adanya terletak di obyek wisata Pantai Air Manis di Padang.
Malin Kundang setelah sekian lama merantau dan menjadi orang kaya tersohor, menikah dengan putri Bangsawan yang akhirnya pulang kembali ke kampung dengan menggunakan perahu megah.
Namun sayang, Malin Kundang tidak lagi mengakui Ibu kandung yang sudah tua renta baju compang camping dengan rintihan tangis seorang ibu yang sangat pilu akhirnya perahu Sang Anak Durhaka di terjang badai dan hancur berkeping-keping keping yang menyisakan batu berwujud manusia di tepi Pantai Air Manis di padang yang kini dikenal batu si Malin Kundang anak durhaka kepada ibunya.
Dari apa yang terjadi pada legenda Malin Kundang anak durhaka yang tidak mengakui ibu yang telah membesarkan nya.
Kita dapat becermin dari kisah Malin Kundang yang durhaka, dalam konteks politik tanah air, yang belakangan suhunya kian memanas. Jejak Malin Kundang, saat ini muncul di jagat politik produk demokrasi moderen.
Kita dapat bercermin dari hal tersebut dengan keadaan panas nya suhu politik saat ini menghadapi pilpres tahun 2024 mendatang, jika Malin Kundang durhaka kepada ibunya, di era politik masa kini juga terjadi durhaka politik yang dilakukan oleh oknum kader partai.
Semisal kita yang berangkat dari orang orang biasa terjun ke partai poltik dan dibesarkan oleh partai politik tersebut maka jangan kita melupakan jasa baik dari partai atau pimpinan partai yang telah mengangkat derajat kita menjadi seorang pemimpin, jabatan apapun yang kita emban hasil dari tutuntan dan dukungan partai pimpinan partai haruslah kita dapat terus menerus menjaga dan menghormati orang atau parpol yang telah membesarkan kita agar kita tidak tergolong orang yang durhaka dalam berpolitik sehingga dapat memberi contoh baik terhadap khalayak ramai.
Kita dapat belajar dari legenda Malin Kundang yang terdapat pesan pesan mendalam yang harus kita ingat, bahwa kita tidak boleh lupa atau melawan bahkan durhaka kepada orang - orang yang telah membesarkan kita.
Politik Malin Kundang membuat seseorang lupa akan jasa orang lain. Politik Malin Kundang membuat orang menjadi buta karena mata tertutup ambisi. Tujuan menghalalkan cara, termasuk mengambil jalan menelikung dari belakang.
Semoga kisah Malin Kundang dapat menjadi contoh baik di kehidupan kita baik di keluarga maupun di dunia politik, pertemanan persahabatan dan lain nya, tidak lagi kita termasuk di golongan manusia durhaka.
*) Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn, Ketua Umum Pro GP