Total Pageviews

Iklan

Iklan

Banjir Bandang, Alarm Keras Akibat Deforestasi Secara Ugal-ugalan

Jurnal News Site
Wednesday, December 3, 2025, December 03, 2025 WIB Last Updated 2025-12-04T05:10:21Z


Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn

Cianjur,-Jurnal News Site
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh di penghujung November 2025 meninggalkan jejak kehancuran luar biasa. Hujan deras yang turun terus-menerus selama beberapa hari menyebabkan sungai-sungai meluap dan lereng perbukitan runtuh. Ratusan desa terendam banjir dan infrastruktur vital terputus, dan banjir bandang inipun menelan ratusan korban jiwa.

Berbagai kalangan, termasuk para ahli dan aktivis lingkungan, menyebut bencana ini sebagai "tamparan keras" atau "alarm keras" bagi pemerintah dan masyarakat akibat deforestasi (penebangan hutan besar-besaran) dan tata ruang wilayah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang amburadul. Praktik-praktik ini dianggap memperparah dampak bencana hidrometeorologi (banjir dan longsor).

Ribuan kayu gelondongan berbagai ukuran hanyut terbawa arus banjir. Konyolnya lagi, pejabat di lingkungan Kementerian Kehutanan menyebut, bahwa kayu-kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bukan akibat pembalakan liar, tetapi dari pohon yang tumbang secara alami akibat curah hujan dan banjir. Sungguh pernyataan yang bodoh dan menyakitkan hati rakyat.

Inilah potret keserakahan dari para oknum yang mencari keuntungan. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak terkontrol atau ugal-ugalan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya banjir bandang. Eksploitasi SDA yang tidak bijaksana merusak kemampuan lingkungan alami untuk mengelola air hujan, secara langsung meningkatkan risiko dan keparahan bencana banjir bandang.

Menurut Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU., bencana banjir bandang di akhir November 2025 sejatinya bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Bahkan para ahli menilai fenomena ini merupakan bagian dari pola berulang bencana hidrometeorologi yang kian meningkat dalam dua dekade terakhir. Kombinasi faktor alam dan ulah manusia berperan di baliknya. 

Ulah manusia serakah yang kongkalingkong dengan oknum-oknum pejabat harus diusut tuntas. Presiden Prabowo harus berani mengambil sikap tegas terhadap para pejabat yang terlibat dalam persekongkolan jahat yang mengakibatkan rusaknya lingkungan dan menimbulkan korban jiwa dan harta masyarakat. 

Miris, lihat mental pejabat yang tidak amanah, tidak tahu diri. Wajar alam murka...
Ditegaskan Ir. Hatma, penataan dan pengendalian kawasan yang lemah, menurut Hatma, turut berpengaruh mengakibatkan maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit, serta illegal logging di kawasan hulu sehingga menjadi penyebab berbagai bencana hidrometeorologi kerap muncul di wilayah tersebut. Hutan-hutan lindung di ekosistem Batang Toru yang semestinya menjadi area tangkapan air banyak dikonversi menjadi perkebunan, atau dibabat oleh para pembalak liar mengakibtakan saat hujan lebat, air yang melimpah tak bisa lagi tertahan secara alami di hulu dan langsung menghantam permukiman di hilir.

Bencana yang terjadi, merupakan pesan dari bumi, bumi menyampaikan berita tentang apa yang diperbuat manusia di atasnya. Alam telah rusak, alam pantas untuk murka. Alam tidak berubah secara tiba-tiba, kerusakan terjadi perlahan, lalu bencana datang mendadak, memporak porandakan semuanya.

Bencana berupa banjir bandang dan longsor adalah akumulasi panjang dari kebijakan pembangunan yang menempatkan pertumbuhan ekonomi di atas keselamatan ekologis. Ketika investasi ekstraktif sumber daya alam (SDA) dijalankan tanpa pagar tata ruang dan tanpa etika ekologis, maka keruntuhan bentang alam hanyalah soal waktu. Serakah....

Taubat nasional

Bencana alam sering kali merupakan konsekuensi dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, keserakahan, dan tata kelola lingkungan yang buruk.
Tanggung jawab ini bukan hanya pada individu, tetapi juga pada pemerintah, korporasi, dan seluruh elemen masyarakat untuk menerapkan kebijakan dan praktik berkelanjutan.

Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang mengajak Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk melakukan tobat nasuha dalam konteks bencana alam yang melanda Sumatera, wajib kita apresiasi, sebagai sentilan untuk menata kembali kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan.

Menurut Cak Imin, bencana alam hidrometeorologi yang memakan korban sangat banyak di kawasan Sumatera, seharusnya menjadi momentum jajaran seluruh pihak terutama para pejabat untuk berintrospeksi diri.

Kerusakan lingkungan akibat aktivitas ilegal seperti penebangan hutan, alih fungsi lahan gambut, atau penambangan tanpa izin melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang atau terlibat dalam penerbitan izin ilegal dapat dijerat dengan undang-undang ini dan/atau undang-undang tindak pidana korupsi.
Pihak berwenang seperti Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki mandat untuk menindaklanjuti laporan atau temuan mengenai keterlibatan pejabat dalam kejahatan lingkungan. 
Alarm sudah berbunyi, alam sudah memberi pesan, rakyat jadi korban keserakahan.
*) Praktisi Hukum, Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Banjir Bandang, Alarm Keras Akibat Deforestasi Secara Ugal-ugalan

Terkini

Topik Populer

Iklan